Selasa, 15 Mei 2012

Sirosis Hepatis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS A. Pengertian Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001). B. Etiologi Ada 3 tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati : 1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis. 2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. 3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).Sirosis hepatis & varises oesopagus C. Tanda dan Gejala 1. Hepatomegali / splenomegali 2. Obstruksi portal dan asites 3. Varises gastrointestinal 4. Oedema 5. Defisiensi vitamin dan anemia 6. Kemunduran mental 7. Demam intermiten 8. Ikterus 9. Angioma laba-laba 10. Palmar eritema 11. Gynekomastia 12. Atropi gonad 13. Nyeri abdomen gambar hati yang normal
gambar hati dengan sirosisi
D. Patofisiologi Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi. Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun. Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas. Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun/lebih. E. Pemeriksaan Penunjang 1. Hb rendah. 2. Kenaikan kadar enzim transaminase – SGOT, SGPT. 3. Albumin akan merendah. 4. Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan menunjukan prognasis jelek. 5. Elektrolit serum menunjukkan hipokalemia, alkalosis dan hiponatremia (disebabkan oleh peningkatan sekresi aldosteron pada respon terhadap kekurangan volume cairan ekstraselular sekunder terhadap acites). 6. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. 7. Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus meninggi prognosis jelek. 8. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg, HBV DNA, HCV RNA, untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transpormasi kearah keganasan. F. Pengobatan dan Komplikasi Pengobatan sirosis hepatis biasanya tidak memuaskan. Tidak ada agen farmakologik yang dapat menghentikan atau memperbaiki proses fibrosis. Terapi terutama ditujukan pada penyebabnya seperti penyalahgunaan alkohol atau obstruksi saluran empedu dan mengatasi berbagai komplikasi seperti perdarahan saluran cerna, asites dan ensefalopati hepatik. G. Proses Keperawatan 1. Pengkajian Data dasar tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan/gangguan hati. a. Aktifitas (kelemahan, keletihan, letargi, penurunan massa otot/tonus) b. Sirkulasi (riwayat GJK, perikarditis, penyakit jantung rematik, distrimia, vena abdomen distensi) c. Eliminasi (flatus, hepatomegali, splenomegali, asites, penurunan bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap) d. Makanan (anoreksia, mual, muntah, kulit kering, turgor buruk, ikterik, angioma spider, napas berbau, perdarahan gusi) e. Neurosensori (perubahan kepribadian, bingung, halusinasi, koma, bicara lambat, asterik) f. Nyeri/kenyamanan (nyeri tekan abdomen, pruritus, neuritis perifer, distraksi) g. Pernapasan (dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas, hipoksia) h. Keamanan (demam lebih umum pada sirosis alkoholik, ikterik, ekimosis, petekie, angioma spider, eritema palmar) i. Seksualitas (gangguan menstruasi, impoten, atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut dada, bawah lengan, pubis) 2. Diagnosa Keperawatan a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan protein plasma. b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, mual/muntah. c. Resiko tinggi injuri (perdarahan) berhubungan dengan gangguan factor pembekuan darah, gangguan absorpsi vitamin K. d. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada kulit, gangguan sirkulasi/status metabolik. e. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intra abdomen (asites), penurunan ekspansi paru. f. Gangguan citrah tubuh berhubungan dengan gangguan penampilan tubuh (ikterus). 3. Rencana Keperawatan dan Intervensi Keperawatan a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan protein plasma. Tujuan : Pasien akan menunjukan status hidrasi yang adekuat, volume cairan seimbang. Intervensi : • Monitor intake dan output cairan. Ukur kehilangan gastrointestinal dan perkirakan kehilangan tak kasat mata, contoh; keringat dll. Rasional: Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, dan menentukan kebutuhan penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan bertambah. • Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan dan diet. Rasional: Peningkatan pemahaman dapat meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam program perawatan. • Tingkatkan dan dorong oral hygiene dengan sering. Rasional: Kebersihan mulut yang baik dapat mengurangi kekeringan membran mukosa mulut sehingga dapat mengurangi rasa haus pasien • Monitor edema dan asites. Rasional: Pasien sirosis hati mengalami retensi cairan dalam intravaskuler mengakibatkan tekanan darah meningkat hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler mengakibatkan cairan intravaskuler shift ke dalam ruang intertisial sehingga edema dapat kita jumpai pada pasien sirosis hati. • Monitor peningkatan JVP, auskultasi bunyi jantung dan paru. Rasional: karena retensi cairan menyebabkan jumlah cairan esktrasel meningkat. Hal ini akan meningkatkan beban kerja jantung dan menimbulkan payah jantung kongestif, dengan manifestasi sesak nafas, batas jantung pada perkusi melebar dan distensi vena jugularis.. • Monitor BB tiap hari, dengan alat, waktu dan pakaian yang sama. Jika memungkinkan. Rasional: Penimbangan berat badan harian adalah pengawasan status cairan terbaik. Peningkatan berat badan lebih dari 0.5 kg tiap hari diduga adanya retensi cairan. Bila terjadi peningkatan berat badan secara cepat maka diduga terjadi retensi cairan, tiap kenaikan berat badan 1 kg sama dengan kelebihan cairan 1 liter. • Kaji tingkat kesadaran, selidiki perubahan mental, adanya gelisah Rasional: Penurunan kesadaran dapat menunjukkan perpindahan cairan, akumulasi toksin, asidosis, ketidakseimbangan elektrolit, dan terjadinya hipoksia. Kolaborasi • Berikan plasma albumin (TE 3x 500 cc/8 jam) sesuai terapi Rasional: Penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik dan dapat terjadi perpindahan cairan, maka perlu ditambah/diberikan cairan plasma yang ideal. • Monitor hasil pemeriksaan ureum & kreatinin serum. Rasional: Mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi ginjal, meskipun kedua nilai mungkin meningkat. Kreatinin adalah indikator yang lebih baik untuk fungsi indikator yang lebih baik untuk fungsi ginjal karena tidak dipengaruhi oleh hidrasi, diet, dan katabolisme jaringan. • Monitor hasil pemeriksaan natrium, kalium serum. Rasional: Hiponatremi dapat diakibatkan dari kelebihan cairan (dilusi) atau ketidakmampuan ginjal untuk menyimpan natrium. Hiponatremi menunjukkan defisit cairan tubuh total. Kekurangan ekskresi ginjal dan atau retensi selektif kalium untuk mengeksresikan kelebihan ion hidrogen (memperbaiki asidosis) menimbulkan hiperkalemia. • Berikan Diuretik (furosemid 1 X 40 mg intravena (sesuai terapi) Rasional: Untuk melebarkan lumen tubular dari debris, menurunkan hiperkalemia, dan meningkatkan volume urin adekuat. • Berikan obat inotropik positif (digoxin 1 x 25 mg) Rasional: Untuk mengatasi kontraktilitas jantung yang tidak teratur dan meningkatkan tekanan darah. b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, mual/muntah). Tujuan : Pasien akan menunjukan status nutrisi adekuat. Intervensi : • Kaji intake diet, Ukur pemasukan diit, timbang BB tiap minggu. Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik (mual, muntah, anoreksia,dan ganggguan rasa) dan pembatasan diet dapat mempengaruhi intake makanan, setiap kebutuhan nutrisi diperhitungan dengan tepat agar kebutuhan sesuai dengan kondisi pasien, BB ditimbang untuk mengetahui penambahan dan penuruanan BB secara periodik. • Anjurkan pasien untuk Rasional: Dimungkinkan dapat mengurangi dan menstabilkan kebutuhan nutrisi dan mengurangi tingkat energi yang tidak diperlukan karena pasien dalam kondisi meningkat energinya dalam mengalami proses penyakit. • Berikan makanan sedikit dan sering sesuai dengan diet Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dnegan status uremik. • Tawarkan perawatan mulut (berkumur/gosok gigi) dengan larutan asetat 25 % sebelum makan. Berikan permen karet, penyegar mulut diantara makan. Rasional: Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada uremia dan pembatasan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan ammonia yang dibentuk oleh perubahan urea. • Identifikasi makanan yang disukai termasuk kebutuhan cultural. Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, maka dapat meningkatkan nafsu makan pasien. • Motivasi pasien untuk menghabiskan diet, anjurkan makan-makanan lunak Rasional: Membantu proses pencernaan dan mudah dalam penyerapan makanan, karena pasien mengalami gangguan sistem pencernaan. • Berikan bahan penganti garam pengganti garam yang tidak mengandung amonium. Rasional: Garam dapat meningkatkan tingkat absorsi dan retensi cairan, sehingga perlu mencari alternatif penganti garam yang tepat Kolaborasi • Berikan diet 1700 kkal (sesuai terapi) dengan tinggi serat dan tinggi karbohidrat. Rasional: Pengendalian asupan kalori total untuk mencapai dan mempertahankan berat badan sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah. • Pemasangan NGT Rasional: Mempertahankan intake yang adekuat, dan menghindarkan terjadinya reaksi muntah yang berlanjut. • Berikan obat sesuai dengan indikasi:Tambahan vitamin, thiamin, besi, asam folat dan Enzim pencernaan Rasional: Hati yang rusak tidak dapat menyimpan Vitamin A, B kompleks, D dan K, juga terjadi kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemi. Dan Meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan diare. • Kolaborasi pemberian antiemetik Rasional: untuk menghilangkan mual/muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral. c. Resiko tinggi injuri (perdarahan) berhubungan dengan gangguan factor pembekuan darah, gangguan absorpsi vitamin K. Tujuan : Pasien dapat mempertahankan hemostatis dengan tanpa perdarahan Intervensi : • Kaji tanda-tanda dan gejala perdarahan GI (mis:periksa semua skret yang keluar, obs warna feses, muntahan dan cairan yang keluar dari NGT). Rasional: Traktus GI (esophagus dan rectum) paling sering sebagai sumber perdarahan, Rektal dan vena esophagus paling rentan untuk robek. Hasil obs warna feses/muntahan bila berubah kemerahan/kehitaman ada indikasi adanya pertahanan. • Observasi adanya petekie, ekimosis dan perdarahan dari satu/lebih sumber dan bagian lain Rasional: Terjadinya perdarahan sekunder terhadap gangguan factor pembekuan darah. • Monitor/Awasi tanda-tanda vital (nadi, TD, CVP bila ada). Rasional: Peningkatan nadi dengan penurunan TD dan CVP dapat menunjukkan kehilangan volume darah sirkulasi. • Perhatikan perubahan tingkat kesadaran (Catat perubahan mental/tingkat kesadaran). Rasional: adanya perubahan keasadaran menunjukkan penurunan perfusi jaringan serebral, sekunder terhadap hivolemia, hipoksimia. • Hindari pengukuran suhu rectal, hati-hati memasukkan selang GI. Rasional: Rektal dan esofagus paling rentan terjadi perdarahan karena mudahnya terjadi robek pada keduannya. • Dorong untuk menggunakan sikat gigi halus, hindari mengejan. Rasional: Adanya gangguan factor pembekuan, trauma minimal dapat menyebabkan perdarahan mukosa. • Gunakan jarum kecil untuk injeksi, tekan lebih lama pada bagian bekas suntikan. Rasional: Meminimalkan kerusakan jaringan, menurunkan resiko perdarahan/hematom. • Hindarkan penggunaan produk yang menggunakan aspirin. Rasional: Koagulasi memanjang, berpotensi untuk resiko perdarahan. Kolaborasi • Awasi Hb/Ht dan factor pembekuan darah. Rasional: Indikator prdarahan aktif, anemia atau terjadinya komplikasi. • Berikan obat sesuai order (Vitamin K injeksi, Pelunak feses: lactural). Rasional: Vit K dapat meningkatkan sintesis protrombin dan koagulasi bila hati berfungsi dan pelunak feses mencegah mengejan dan resiko robekan vascular/perdarahan. d. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada kulit, gangguan sirkulasi/status metabolik. Tujuan : Pasien mampu mempertahankan integritas kulit adekuat Intervensi : • Observasi permukaan kulit/titik tekanan secara rutin. Pijat penonjolan tulang atau area yang tertekan terus menerus. Rasional : Edema jaringan lebih cenderung untuk mengalami kerusakan dan terbentuk dekubitus • Ubah posisi pada jadwal teratur, bantu dengan latihan rentang gerak aktif/pasif Rasional : Pengubahan posisi menurunkan tekanan pada jaringan edema untuk memperbaiki sirkulasi. Latihan meningkatkan sirkulasi dan perbaikan/mempertahankan mobilitas sendi. • Tinggikan ekstremitas bawah Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan edema pada ekstremitas. • Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan. Rasional : Kelembaban meningkatkan pruritus dan meningkatkan resiko kerusakan kulit • Berikan perawatan perineal setelah berkemih dan defekasi Rasional : Mencegah ekskoriasi kulit dari garam empedu e. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intra abdomen (asites), penurunan ekspansi paru. Tujuan : Pasien dapat mempertahankan pola pernapasan yang efektif bebas dari dispnea dan sianosis Intervensi : • Awasi frekuensi, kedalaman dan upaya pernapasan Rasional : pernapasan dangkal, cepat/dispnea dapat menunjukan hipoksia dan akumulasi cairan dalam abdomen • Auskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi, ronki Rasional : Menunjukan terjadinya komplikasi (bunyi tambahan menunjukan akumulasi cairan/sekret, tak ada menunjukan atelektasis) meningkatkan resiko infeksi • Pantau perubahan tingkat kesadaran Rasional : Perubahan mental dapat menunjukan hipoksemia dan gagal pernapasan yang disertai koma hepatik • Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Rasional : Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan ukuran aspirasi sekret • Ubah posisi dengan sering, dorong latihan napas dalam dan batuk Rasional : Membantu ekspansi paru dan memobilisasi sekret • Awasi suhu, catat adanya menggigil, meningkatnya batuk, perubahan warna sputum Rasional : Menunjukan timbulnya infeksi contoh pneumoni Kolaborasi • Berikan tambahan oksigen sesuai indikasi. R/ Perlu mengobati/mencegah hipoksias.

Senin, 14 Mei 2012

Askep Gangguan Sel darah Putih

Gangguan Pada Sel Darah Putih

1. Anatomi dan fisiologi Leukosit
Leukosit memiliki nukleus namun tak memiliki hemoglobin. Rentang hidup lekosit adalah beberapa jam hingga beberapa hari. Leukosit bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk yang tetap. Orang yang kelebihan leukosit menderita penyakit leukimia, sedangkan orang yang kekurangan leukosit menderita penyakit leukopenia. Jumlah lekosit adalah 4.000-11.000.
Leukosit digolongkan menjadi 2 yaitu granulosit dan agranulosit. Ciri dari granulosit atau lekosit granuler adalah memiliki granula pada sitoplasma. Ada 3 macam granulosit, yaitu netrofil atau polimorf (10-12 m), eosinofil (10-12 m) dan basofil (8-10 m). Ciri dari agranulosit adalah tidak memiliki granula pada sitoplasma. Ada 2 macam agranulosit yaitu limfosit (7-15 m) dan monosit (14-19 m).
Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh, misal virus atau bakteri. Secara rinci, fungsi dari masing-masing jenis lekosit adalah:
1. Netrofil berfungsi melakukan fagositosis (melahap agen penyerang, misalnya bakteri)
2. Eosinofil berfungsi menyerang alergen
3. Basofil berfungsi menyerang alergen
4. Limfosit berfungsi menghasilkan antibodi untuk melawan antigen
5. Monosit berfungsi melakukan fagositosis

2. Gangguan yang berkaitan dengan sel darah putih
a. Leukimia
1) Pengertian
Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan deferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik yang secara maligna melakukan transformasi yang menyebabkan penekanan dan penggantian unsur sumsum yang normal


2) Etiologi
Penyebab dasar leukemia tidak diketahui, predisposisi genetik maupun faktor-faktor lingkungan mempengaruhi, saudara kandung pada kembar monozigot (identik), syndrome down, insidennya lebih tinggi, pajanan radiasi pergion dosis tinggi disertai manifestasi leukemia yang timbul bertahun-tahun kemudian. Zat kimia (Benzene, arsen, loromfenikol, fenilbutazon dan agen anti neoplastik) dikaitkan dengan frekuensi yang meningkat , khususnya agen-agen alkil. Kemungkinan leukemia meningkat pada penderita yang diobati dengan radiasi dan kemoterapi .

3. Klasifikasi Leukemia
Klasifikasi Leukemia berdasarkan galur sel yang terkena terdiri atas limfoblastik dan mieloblastik atau granulostik , dan berdasarkan maturitas sel seperti akut (sel imatur) atau kronis (sel terdeferensiasi )
a) Leukemia Akut
Menurut french-American-British (FAB), leukemia akut terdiri dari
1) Leukimia Limfoblastik akut (LLA)
LLA merupakan kanker paling sering menyerang anak-anak di bawah umur 15 tahun, dengan puncak insiden anatara umur 3-4 tahun. Namun 20 % terjadi pada orang dewasa yang menderita leukemia akut .
Manifestasi LLA berupa limfoblas abnormal dalam sumsum tulang dan tempat-tempat ekstramedular (di luar sumsum tulang ) seperti kelenjar getah bening dan lien.
Diagnosis ditegakkan melalui hitung sel darah lengkap, sel darah putih umumnya meningkat tetapi dapat normal atau rendah dengan limfositosis. Jumlah trombosit, neutrofil dan sel darah merah rendah.
Berdasarkan morfologi dan deferensiasi dan maturasi sel LLA dibagi menjadi :
L-1 : LLA anak – anak : populasi sel homogeny
L-2 : LLA pada dewasa :Populasi sel heterogen
L-3 : Leukemia jenis limfoma burkit: sel besar, populasi sel homogen
Manifestasi klinis menyerupai leukemia garanulostik akut dengan tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (Wujcik,2000). Karena itu infeksi, perdarahan dan anemia merupakan manifestasi utama. Malaise, demam, letargi, kehilangan berat badan dan keringat malam hari, limfdenofati,hepatosplenomegali (lien dan hepar yang membesar), nyeri tulang dan artralgia. Muntah , kejang dan gangguan penglihatan merupakan tanda dan gejala terkenanya SSP.
2) Leukemia Myeloid Akut (LMA)
LMA mengenai sel stem hematopoetik yang kelak berdeferensiasi ke semua sel myeloid, monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosiofil), eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena , insiden meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia non limfositik yang paling sering terjadi.
Menurut FAB Leukemia Mieloblastik Akut dibagi menjadi:
M-0 : Berdeferensiasi minimal
M-1 : Deferensiensi granulositik tanpa maturasi
M-2 : Deferensiensi granulositik dengan maturasi sampai stadium promielositik
M-3 : Deferensiensi granulositik dengan promielosit hipergranular, dihubungkan dengan koagulasi intarvaskular diseminata.
M-4 : Leukemia mielomonosit akut; garis sel monosit dan granulosit
M-5a : Leukemia monosit akut ;berdeferensiasi buruk
M-5b : Leukemia monosit akut ;berdeferensiasi baik
M-6 : Eritroblastosis yang menonjol dengan diseritropoiesis berat
M-7 : Leukemia megakariosit

b) Leukemia Kronik
1) Leukemia Granulositik Kronik
Paling sering terjadi pada dewasa usia pertengahan , tetapi dapat timbul pada semua kelompok umur. LGK memiliki awitan yang lambat, ditemukan pada pemeriksaaan darah rutin dan skrining darah. Jumlah granulosit umumnya lebih 30.000/mm3. Walaupun pematangannya terganggu, sebagian sel tetap menjadi matang dan berfungsi. Abnormalitas genetic dinamakan kromosom Philadelphia ditemukan pada 85% kasus LGK.
Tanda dan gejala berkaitan dengan keadaan hipermetabolik :Kelelahan, penurunan berat badan, diaphoresis meningkat, dan tidak tahan panas.Lien membesar pada 90% kasus yang mengakibatkan perasaan penuh pada abdomen dan mudah merasa kenyang .Bila terdapat anemia pasien akan mengalami pucat, takikardi dan nafas pendek.Memar dapat terjadi akibat fungsi trombosit yang abnormal.
• Leukemia Limfositik Kronik
LLK merupakan suatu gangguan limfoproliferatif yang ditemukan pada orang tua (umur median 60 tahun) dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki . LLK dimanifestasi oleh proliferasi dan akumulasi 30% limfosit matang abnormal kecil dalam sumsum tulang, darah perifer dan tempat-tempat ekstramedular dengan kadar yang mencapai 100.000/mm3 atau lebih.Pada 90% kasus , limfosit abnormal adalah limfosit B dengan penanda CD19,CD20, CD23, CD5.Awitannya tersembunyi dan berbahaya dan sering ditemukan pada pemeriksaan darah rutin, yang memperlihatkan peningkatan jumlah limfosit absolute atau karena limfadenofati dan splenomegali yang tidak sakit. Penyakit berkembang, hati juga membesar. Pasien yang hanya menderita limfositosis dan limfadenopati dapat bertahan 10 tahun atau lebih lama.Dengan terkenanya lien ,prognosis memburuk .
Sekitar 5%-10% pasien mengalami anemia hemolitik autoimun atau trombositopenia atau keduanya.
Tanda dan gejala yang serupa LGK menggambarkan keadaan hipermetabolik. Pembesaran organ secara massif menyebabkan tekanan mekanik pada lambung sehingga cepat kenyang, rasa tidak enak pada abdomen dan buang air besar tidak teratur .


• Leukemia sel berambut
Leukemia sel berambut relative jarang terjadi , leukemia limfositik sel B indolen. Nama mengidentifikasi projeksi mikroskop seperti gelondong pada limfosit pada apusan darah sumsum tulang yang diwarnai.
Tanda dan gejala yang nampak adalah kelelahan, pansitopenia, dan splenomegali. Meskipun kedua jenis kelamin dapat diserang, leukemia sel berambut secara umum terjadi pada laki-laki usia pertengahan dengan dominasi laki-laki terhadap perempuan 5:1. Antigen CD11 dan CD22 ditunjukkan pada limfosit.

4. Patofisiologi
Leukemia mempunyai sifat khas proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Ada dua masalah terkait dengan sel leukemia yaitu adanya overproduksi dari sel darah putih, kedua adanya sel abnormal atau imatur dari sel darah putih, sehingga fungsi dan strukturnya tidak normal. Produksi sel darah putih yang sagat meningkat akan menekan elemen sel darah yang lain seperti penurunan produsi eritrosit mengakibatkan anemia, trombosit menjadi menurun mengakibatan trombositopenia dan leukopenia dimana sel darah putih yang normal menjadi sedikit. Adanya trombositopenia mengakibatkan mudahnya terjadi perdarahan dan keadaan leukopenia menyebabkan mudahnya terjadi infeksi. Sel-sel kanker darah putih juga dapat menginvasi pada sumsum tulang dan periosteum yang dapat mengakibatkan tulang menjadi rapuh dan nyeri tulang. Disamping itu infilrasi keberbagai organ seperti otak, ginjal, hati, limpa, kelenjar limfe menyebabkan pembesaran dan gangguan pada organ terkait.

b. Neutropenia (Kekurangan Sel Darah Putih)
Neutropenia adalah kondisi dimana jumlah dari neutrophils dalam aliran darah berkurang. Neutrophils adalah tipe dari sel darah putih juga dikenal sebagai polymorphonuclear leukocytes atau PMNs. Neutropenia mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi-infeksi.
Sel-sel darah putih juga dikenal sebagai leukocytes. Ada lima tipe-tipe utama dari sel-sel darah putih:
1. basophils,
2. eosinophils,
3. lymphocytes (T-cells dan B-cells),
4. monocytes
5. neutrophils.
Beberapa sel-sel darah putih, yang disebut granulocytes, diisi dengan granules (butir-butir) mikroskopik yang adalah kantong-kantong kecil yang mengandung enzim-enzim (senyawa-senyawa yang mencerna mikroorganisme-mikroorganisme). Neutrophils, eosinophils, dan basophils semuanya adalah granulocytes dan adalah bagian dari sistim imun bawaan dengan aktivitas yang sedikit banyak nonspecifik, berdasar luas. Mereka tidak merespon secara eksklusif pada specifik antigens, seperti juga lymphocytes (B-cells dan T-cells).
Neutrophils mengandung enzim-enzim yang membantu sel membunuh dan mencerna mikroorganisme-mikroorganisme yang telah ia telan dengan proses yang dikenal sebagai phagocytosis. Neutrophil yang matang mempunyai nucleus yang terbagi-bagi (ia seringkali disebut 'seg' atau 'poly'), sementara neutrophil yang belum matang mempunyai nucleus yang berbentuk pita. Neutrophils dibuat dalam sumsum tulang (bone marrow) dan dilepaskan kedalam aliran darah. Neutrophil mempunyai jangka hidup kira-kira tiga hari.
Klasifikasi neutropenia
Ada tiga pedoman umum yang digunakan untuk mengklasifikasikan keparahan neutropenia berdasarkan mutlak neutrofil count (ANC) diukur dalam sel per microliter darah:
1) Neutropenia ringan (1000 < = ANC < 1500) — minimal risiko infeksi
2) Neutropenia moderat (500 < = ANC < 1000) — moderat risiko infeksi
3) Parah neutropenia (ANC < 500) — parah risiko infeksi.

Penyebab Neutropenia
Neutropenia dapat hadir (meskipun ia adalah relatif tidak umum) pada individu-individu sehat yang normal, khususnya pada beberapa orang-orang keturunan Afrika atau Arab dan Yahudi-Yahudi Yemenite. Neutropenia mungkin timbul sebagai akibat dari produksi neutrophils yang berkurang, penghancuran neutrophils setelah mereka diproduksi, atau penyatuan dari neutrophils (akumulasi dari neutrophils keluar dari sirkulasi).
Neutropenia mungkin timbul sebagai akibat dari banyak kondisi-kondisi medis:
1. Infeksi-infeksi (lebih umum infeksi-infeksi virus, namun juga infeksi-infeksi bakteri atau parasit). Contoh-contoh termasuk: HIV, tuberculosis, malaria, Epstein Barr virus (EBV);
2. Obat-obat yang mungkin merusak sumsum tulang (bone marrow) atau neutrophils, termasuk kemoterapi kanker;
3. Kekurangan-kekurangan vitamin (megaloblastic anemia yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 dan/atau folate)
4. Penyakit-penyakit dari sumsum tulang seperti leukemia-leukemia, myelodysplastic syndrome, aplastic anemia, myelofibrosis;
5. Terapi Radiasi;
6. Penyakit-penyakit bawaan (sejak lahir) dari fungsi sumsum tulang atau dari produksi neutrophil, contohnya, Kostmann syndrome;
7. Penghancuran autoimmune dari neutrophils (sebagai kondisi primer atau berhubungan dengan penyakit lain seperti Felty's syndrome) atau dari obat-obat yang menstimulasi sistim imun untuk menyerang sel-sel;
8. Hypersplenism, yang merujuk pada perampasan yang meningkat dan/atau penghancuran dari sel-sel darah oleh limpa (spleen).

c. Human Imunnodeficiency virus
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun.
Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang biak Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika diserang penyakit maka tubuh kita tidak memiliki pelindung. Dampaknya adalah kita dapat meninggal dunia terkena pilek biasa.
Penyakit AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV.

Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian pada leukemia meliputi :
1. Riwayat penyakit
2. Kaji adanya tanda-tanda anemia :
a. Pucat
b. Kelemahan
c. Sesak
d. Nafas cepat
3. Kaji adanya tanda-tanda leukopenia
a. Demam
b. Infeksi
4. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
a. Ptechiae
b. Purpura
c. Perdarahan membran mukosa
5. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :
a. Limfadenopati
b. Hepatomegali
c. Splenomegali

6. Kaji adanya pembesaran testis
7. Kaji adanya :
a. Hematuria
b. Hipertensi
c. Gagal ginjal
d. Inflamasi disekitar rectal
e. Nyeri
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
5. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
7. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukaemia
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas.
9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada penampilan.

C. Rencana Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan : Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi
Intervensi :
a) Pantau suhu dengan teliti
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
b) Tempatkan anak dalam ruangan khusus
Rasional : untuk meminimalkan terpaparnya anak dari sumber infeksi
c) Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik mencuci tangan dengan baik
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
d) Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi
Rasional : untuk intervensi dini penanganan infeksi
e) Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik
Rasional : rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organisme
f) Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler
g) Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia
Rasional : untuk mendukung pertahanan alami tubuh
h) Berikan antibiotik sesuai ketentuan
Rasional : diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
Tujuan :
terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Intervensi :
a) Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dala aktifitas sehari-hari
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan
b) Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
Rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyambungan jaringan
c) Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi
d) Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri
3. Resiko terhadap cedera/perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan
Intervensi :
a) Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah ekimosis
Rasional : karena perdarahan memperberat kondisi anak dengan adanya anemia
b) Cegah ulserasi oral dan rectal
Rasional : karena kulit yang luka cenderung untuk berdarah
c) Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi
Rasional : untuk mencegah perdarahan
d) Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut
Rasional : untuk mencegah perdarahan
e) Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun, denyut nadi cepat, dan pucat)
Rasional : untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan
f) Hindari obat-obat yang mengandung aspirin
Rasional : karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit
g) Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk mengontrol perdarahan hidung
Rasional : untuk mencegah perdarahan
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuan :
a) Tidak terjadi kekurangan volume cairan
b) Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Intervensi :
a) Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi
Rasional : untuk mencegah mual dan muntah
b) Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi
Rasional : untuk mencegah episode berulang
c) Kaji respon anak terhadap anti emetic
Rasional : karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil
d) Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat
Rasional : bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah
e) Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik
f) Berikan cairan intravena sesuai ketentuan
Rasional : untuk mempertahankan hidrasi
5. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi
Tujuan : pasien tidak mengalami mukositis oral
Intervensi :
a) Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
Rasional : untuk mendapatkan tindakan yang segera
b) Hindari mengukur suhu oral
Rasional : untuk mencegah trauma
c) Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari yang dibalut kasa
Rasional : untuk menghindari trauma
d) Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau tanpa larutan bikarbonat
Rasional : untuk menuingkatkan penyembuhan
e) Gunakan pelembab bibir
Rasional : untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah pecah-pecah (fisura)
f) Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak kecil
Rasional : karena bila digunakan pada faring, dapat menekan refleks muntah yang mengakibatkan resiko aspirasi dan dapat menyebabkan kejang
g) Berikan diet cair, lembut dan lunak
Rasional : agar makanan yang masuk dapat ditoleransi anak
h) Inspeksi mulut setiap hari
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
i) Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan
Rasional : untuk membantu melewati area nyeri
j) Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia
Rasional : dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat membusukkan gigi, memperlambat penyembuhan dengan memecah protein dan dapat mengeringkan mukosa
k) Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan
Rasional : untuk mencegah atau mengatasi mukositis
l) Berikan analgetik
Rasional : untuk mengendalikan nyeri
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
Tujuan : pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi :
a) Dorong orang tua untuk tetap rileks pada saat anak makan
Rasional : jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat langsung dari mual dan muntah serta kemoterapi
b) Izinkan anak memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan unmtuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat
Rasional : untuk mempertahankan nutrisi yang optimal
c) Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau suplemen yang dijual bebas
Rasional : untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi
d) Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
Rasional : untuk mendorong agar anak mau makan
e) Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
Rasional : karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik
f) Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient
Rasional : kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan penting dalam mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuat
g) Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya bila BB dan pengukuran antropometri kurang dari normal
7. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukaemia
Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat
yang dapat diterima anak
Intervensi :
a) Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
Rasional : informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan intervensi
b) Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif, alat akses vena
Rasional : untuk meminimalkan rasa tidak aman
c) Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi
Rasional : untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau obat
d) Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
Rasional : sebagai analgetik tambahan
e) Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur
Rasional : untuk mencegah kambuhnya nyeri
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas
Tujuan : pasien mempertahankan integritas kulit
Intervensi :
a) Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan daerah perianal
Rasional : karena area ini cenderung mengalami ulserasi
b) Ubah posisi dengan sering
Rasional : untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit
c) Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan
Rasional : mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit
d) Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker
Rasional : efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat terjadi dalam area radiasi pada beberapa agen kemoterapi
e) Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering
Rasional : membantu mencegah friksi atau trauma kulit
f) Dorong masukan kalori protein yang adekuat
Rasional : untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negatif
g) Pilih pakaian yang longgar dan lembut diatas area yang teradiasi
Rasional : untuk meminimalkan iritasi tambahan
9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada penampilan
Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif
Intervensi :
a) Dorong anak untuk memilih wig (anak perempuan) yang serupa gaya dan warna rambut anak sebelum rambut mulai rontok
Rasional : untuk membantu mengembangkan penyesuaian rambut terhadap kerontokan rambut
b) Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan pada sinar matahari, angin atau dingin
Rasional : karena hilangnya perlindungan rambut
c) Anjurkan untuk menjaga agar rambut yang tipis itu tetap bersih, pendek dan halus
Rasional : untuk menyamarkan kebotakan parsial
d) Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan mungkin warna atau teksturnya agak berbeda
Rasional : untuk menyiapkan anak dan keluarga terhadap perubahan
penampilan rambut baru
e) Dorong hygiene, berdan, dan alat alat yang sesuai dengan jenis kelamin , misalnya wig, skarf, topi, tata rias, dan pakaian yang menarik
Rasional : untuk meningkatkan penampilan

Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth., 2001., Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 Volume 2., EGC., Jakarta
Doenges.E Moorhouse & Geissler ., 1999., Rencana Asuhan Keperawatan , edisi 3 ., EGC., Jakarta
Handayani & Hariwibowo.,2008.,Asuhan Keperawatan pada Klien dengan gangguan sistem Hematologi.,Salemba Medika .,Jakarta
Hoffbrand,Pettit, & Moss.,2005.,Kapita Selekta Hematologi., EGC.,Jakarta
Price & Wilson., 2005., Patofisiologi, edisi 6 Volume 1 ., EGC., Jakarta